Papan Penanda Isi Hati (Kokoro No Placard)

Embedded image permalink

Fanfiction ini bersifat fiktif. Bukan berdasarkan kisah nyata. Hanya kisah delusi penulis dan oshi penulis. Terinspirasi dari lagu Papan Penanda Isi Hati (Kokoro No Placard).


“Makasih ya kak… Besok datang lagi…” Ucap Yona sambil mengulurkan tangan pada Riki. Seperti biasa, saat berjabat tangan dengan gadis yang ada di hadapan Riki, pasti ada yang mengganjal di telapak tangan keduanya. Entah sudah lembar ke berapa mereka saling menukar surat kecil setiap momen handshakepasca teater.
Malam itu, jalanan protokol di Sudirman, Jakarta begitu lengang. Sudah tidak banyak lagi orang berlalu lalang. Riki masih terduduk sambil tersenyum membaca selembar surat kecil yang diselipkan Yona beberapa jam lalu.
We already know each other when the first sight.
I don’t need to disclose any word of love to you.
Sebuah kutipan di surat kecil Yona yang dibaca Riki berkali-kali.
***
Semuanya berawal dari pandangan pertama, surat pertama, dan mawar pertama. Riki sendiri sebenarnya tidak ingin jatuh hati pada idolanya itu. Cuma, isi hatinya memaksanya untuk mengungkapkan yang sebenarnya.
I know you are an idol. You are also bound by strict rules. Especially about love.
But I must say, that I love you.
Riki masih sangat ingat kalimat isi hatinya itu. Surat pertama yang dia buat untuk idolanya. Bukan surat tentang kekaguman.
Di tempat yang berbeda, Yona masih gelisah. Di kamar kostnya, dia masih berkali-kali membaca surat dari Riki. Setelah lebih dari tiga kali dia melihat Riki datang ke pertunjukan teaternya, dan selalu dengan tidak sengaja ber-eye contact dengannya, ada perasaan aneh di dalam hatinya.


Aku udah sering dapat fanletter, bahkan love letter dari fans. Tapi nggak tau kenapa yang ini beda. Batin Yona saat membaca surat pertama Riki berkali-kali.
Pembawaan Riki yang beda di mata Yona saat pertama kali berjumpa, membuat hati Yona bergetar. Sempat dia mencoba menepis jauh-jauh perasaan itu. Dia sadar, statusnya tidak mungkin mencintai seorang laki-laki secara terbuka. Namun tetap saja, semakin dia tepis, justru semakin dalam dia terjebak dalam permainan kata-kata dalam surat kecil yang saling ditukarkan dengan Riki setiap akhir pertunjukkan.
***
6 bulan kemudian
Saku kecil di seifuku Yona sudah terisi oleh kertas kecil yang akan dia berikan kepada seorang ‘fans spesial’. Namun sudah hampir enam bulan berlalu, fans spesial yang biasa bertukar surat dengannya tidak terlihat lagi.
Barisan antrean handshake fans sudah semakin sedikit. Dari jauh, Yona sama sekali tidak melihat wajah Riki. Bahunya melemas. Entah berapa lama lagi dia harus ‘menahan rindu’ dan menyelipkan kembali kertas kecil yang ingin diungkapkannya.
“Yon… ada titipan dari Riki.” Seorang fans paling belakang menyelipkan surat di atas meja Yona. Mendengar nama Riki, bergegas dia menyambar sepucuk surat itu dan menyembunyikannya di bawah meja. Seketika, ada bunga mengembang di hati Yona.
Dear Yona,
Sorry not to see you in long time. Actually, I miss you.
Tapi maaf. semakin sering kita bertemu, karirmu akan semakin terhambat. Kamu harus fokus untuk mengejar impianmu. Sebagai pria, aku tidak ingin membuat seorang wanita gagal meraih cita-citanya. Apalagi dia adalah wanita yang sudah kusimpan di hatiku.
Hari ini, aku telah merilis sebuah novel. Kuharap kamu bisa menemukannya di toko buku. Semua isi hatiku kutulis di novel itu.
Amsterdam,
Riki

***
“Cuma ini aja mbak?” Tanya kasir toko buku pada Yona.
“Iya.” Angguk Yona yang saat itu tanpa mengenakan make up. Sangat berbeda dengan penampilannya di atas panggung. Tapi, kecantikan naturalnya semakin terlihat.
Selepas dari toko buku, Yona bergegas menuju kafe kopi yang tidak jauh dari tempat itu. Dia ingin membaca novel berjudul “Surat Kecil” yang baru dibelinya.
Teruntuk, Yona. Ini kisah surat kita berdua.
Setelah membuka lembar pertama, halaman selanjutnya hanya bertuliskan sebuah kalimat.
Kalimat-kalimat selanjutnya, berisi tentang kumpulan surat yang pernah ditulisnya untuk Riki. Selain itu, Surat yang pernah dia baca, dan ditulis oleh Riki juga tertuang di novel itu. Senyum Yona mengembang.
Di halaman terakhir, Yona membaca sebuah tulisan yang menggetarkan hatinya.
“I have to finish my studies. I will be back after 4 years. Please, wait me.” Tulis Riki di novelnya. Senyum Yona mengembang seketika.
I will graduate after you are comeback. Batin Yona sambil tersenyum sendiri.

source: duniadelusi

Mirai to wa?

Embedded image permalink




Langkah kakinya terasa berat. Sambil menggendong tas ranselnya, berjalan menuju ruang kelasnya. Hari ini, Viny datang pagi. Sebuah ketumbenan, sampai dahinya mengerut 4 lapis.

“Vin, tumbenan dateng pagi?” tanya Dhika dari tempat duduknya saat Viny masuk kelas dengan wajah cemberut.
“Bete gua!” dibantinglah tasnya di kursi.
“Kok gitu?”
“Ituuu gara-gara Vidi, drawing tablet gua disita!”
“Lah trus, kenapa jadi dateng pagi?”
“Apaan sih gasuka banget?!”
“Cuman nanya Vin, sorry…”

Dhika jadi merasa bersalah. Maksudnya, ya karena rumah Viny lumayan jauh dari sekolahnya, jadi ia sering terlambat. Mungkin Viny sedang PMS. Merasa tidak enak, ia menarik tasnya dan pindah tempat duduk.

“Loh, Dhik, kok pindah?” tanya Viny keheranan.
“Ya, bukannya lo marah sama gue?”
“Engga kok, sorry emosi… Lo duduk sini aja…”

Seketika jantungnya berdetak kencang. “Kenapa Viny terkesan ngarepin gue duduk di samping dia ya?” batinnya. Ia langsung meletakkan tasnya disamping bangku Viny lagi. Viny langsung tersenyum seperti biasa. Tetap cantik, sekalipun terlihat beban di matanya. Ketika masuk jam istirahat, lagi-lagi ada yang beda, Viny meminta ditemani jajan.

“Tumben amat gak bawa bekal?” tanya Dhika heran.
“Lo kepo mulu deh daritadiiiii”
“Ya ga seperti biasa aja Vin, nanti cerita dong kenapa,”
“Yaelah, gak mood makan lagi kan gua… Iya nih gue cerita.. Gue semalem emang tidur cepet. Gabut. Tau ga kenapa? Biasanya habis ngerjain latihan UN, lo tau lah gue ngapain…” ujarnya.
“Gambar?” tanya Dhika.
“Yup, tapi si Vidi comel! Disita deh drawing tablet gue. Dan bikin gue badmood sampe tadi pagi. Gangerti banget apa gue udah jatuh cinta sama gambar, kan susah dipisahin gitudeh…” lanjutnya.
“Gue ngerti Vin, tapi mungkin niat ortu lo baik, biar lo bisa fokus sama UN gitu…”
“Tapi ya gue bosen Dhik ngerjain latian soal mulu, mana si Vidi comel banget… Gak ngaca aja dia main mulu.” lagi-lagi bibirnya ditekuk.
“Terus, kenapa bisa dateng pagi?”
“Soalnya pagi ini gue bangun pagi, dan ya sekalian bareng bokap.” jawabnya agak terbata-bata.
“Kalau memang lo bangun pagi karena tidur cepet, dan itu karena drawing tablet lo disita, ada hikmahnya kan?”
Viny kali ini mukanya langsung kecut, Dhika tertawa kecil.
“Udah ah, jangan bete lagi. Mau bekal gue, apa jajan?”
“Gratisan ajadeh, lebih enak!”

Kali ini keduanya tertawa. Rasa bahagia itu menyelimuti hati Dhika, bisa melihat Viny senyum lagi. Ya, namanya juga seharian cemberut, padahal masalahnya cuman di egoisme aja, hihi. Tapi ada rasa sedih yang lain, kalau ingat UN tinggal menghitung hari, dan apa ia bisa satu sekolah, atau satu kelas, atau sebangku, atau mungkin masih berteman dengannya? Gadis artistik yang selalu bekerja keras menggapai impiannya, yang bisa merebut hatinya yang beku 2 tahun terakhir ini. Ia pun ingat memori dua tahun lalu, yang membuatnya bisa bangkit lagi dari keterpurukannya, ya, pacarnya meninggal di umur 12 tahun.

“Lo kenapa sih Dhik, kayaknya kalo ditawarin makan gamau, bekal dari nyokap juga gak dimakan… Kasian kan, badanlo jadi kerempeng gitu…” ucap Viny sambil membuka kotak  makannya. Pandangan Dhika tetap kosong.
“Ngga papa Vin… Gue mau nyusul Mawar aja… Kan kalo orang gak makan, ntar mati…”
Viny menepok jidatnya, “Kayaknya kita terlalu bocah buat ngurusin ginian Dhik. Tapi, gimana caranya lo yakin kalo dia emang jodoh lo? Kalo dia jodoh lo, gak mungkin dia ninggalin lo sekarang!”

Kalau diingat-ingat, memang terlalu lucu. Namanya juga anak kelas 1 SMP yang ngomong. Padahal, dia meninggal karena sakit, bukan karena dia mau ninggalin Dhika. Mereka memang sudah saling kenal sejak kelas 4 SD. Dhika adalah murid pindahan dari Surabaya. Tapi kala itu, Dhika melihat Viny yang memakan bekalnya sendirian dan menemaninya. Awalnya memang Viny agak risih, karena dia fikir, teman sebangkunya yang pindah sekolah digantikan oleh Dhika. Tapi malah jadi sahabat, sampai sekarang.

Tak terasa, mereka sudah di penghujung masa SMPnya. Hari ini, merupakan hari terakhir mereka bersama. Sebut saja, malam akrab. Viny yang merasa aneh dengan kegaduhan, memilih duduk di belakang dan membuka laptopnya. Namanya udah selesai UN, ya drawing tabletnya dikembalikan. Dan yang ia gambar kali ini adalah dirinya, yang  memegang kamera, sambil bertanya-tanya, kira-kira apakah masa depannya. Tiba-tiba, Dhika datang.

“Gaikutan Vin?”
“Gak ah, males,” lagi-lagi, ia tersenyum manis. “Tapi menurutlo, apa gue harus lanjutin ini?” tanya Viny menatap gambarnya.
“Selama lo suka, kenapa engga?”
“Gue suka… Tapi gue juga suka dance, gue suka nyanyi… Gue kayak pingin gitu, bisa jadi member AKB48… Mana ya yang harus gue kejar?”
“Kalo lo sanggup dua duanya, kenapa engga? Tapi, lo harus ke Jepang dong?” Mendengarnya, Viny malah tertawa. Ya, itu sepertinya tidak mungkin.
“Menurutlo, masa depan itu apa?” tanya Viny sambil membuat garis-garis di canvasnya.
“Masa depan… Hmmm… Mungkin ibarat bayangan. Kita ngga tau kan? Kita bisa baca, cuman dari potensi dan happy wheels demo class="alrptip" href="http://duniadelusi.com/bermimpi-ketemu-sang-idola/">delusi masing-masing. Sisanya, itu bagian dari hidup, yang harus terus kita kejar. Tapi ya, tunggu aja, apakah nanti itu emang berpihak ke kita ato engga.”
“Itu lo ngerti, nanti, kalo lo putus cinta, jangan gak makan lagi ya!”

Tiba-tiba pikirannya tersendat. Mungkin maksud Viny yang dulu, tapi di sisi lain sama seperti kondisi saat ini. Dia harus pindah ke Jakarta, sementara Viny tetap disini. Ia membalas kata-kata itu dengan senyumnya, sekalipun matanya berkaca-kaca.Dan satu hal yang akan terus ia simpan, perasaannya.

Sudah dua tahun mungkin mereka tidak bertemu. Kadang, ia ingin menghubungi Viny lagi. Tapi entah, rasanya susah untuk mengontaknya lagi. Hingga akhirnya ia lihat di televisi, teman lamanya itu ada di audisi JKT48 generasi 2. Ia jingkrak-jingkrak kegirangan, seolah tak menyangka dia sudah menemukan apa masa depannya. “Pokoknya gue bakal doain Viny terus sampe lolos nanti, gue harus ketemu dia lagi, harus!” ucapnya.

“Mas, itu Viny?” tanya mamanya.
“Iya maa, itu Viny!”
“Ayu tenan sekarang, koe kok girang banget to? Suka yo?”
Berusaha ngeles, Dhika menjawab, “Siapa sih yang gasuka sama orang cantik? Ya paling dia jadi oshi aku nanti,”
“Iyain aja deh. Koe sik ngobrol karo Viny?”
“Udah ngga pernah..” jawabnya cengengesan.
“Lah kok?”
“Dia sibuk sekarang, ngejar mimpi… Tapi kalo nanti aku sempet, tak salamin pesen dari mama.”
“Yowes, mama lanjut masak dulu yo…”

Sekian lama Viny menjadi member JKT48, dan ini adalah handshake event pertamanya. Tak mau ketinggalan, Dhika bela-belain ke f(x) untuk handshake sama dia, sekalian, nyelipin surat untuknya. Hatinya sudah berdebar-debar, banyak kemungkinan yang lewat di otaknya. Apakah ia akan membaca suratku? Atau bahkan, ia lupa siapa aku?

“Hai, Vin… Hari ini, aku udah makan bekalku. Kamu?” tanya Dhika terbata-bata.
“Biasanya gak geter Dhik, kok sekarang geter gitu? Udah kok. Lama ngga ketemu ya!” Viny mengenggam tangan Dhika makin erat.
“Aku… Aku cuman bisa nitip ini! Iya, waktunya gak banyak kan?” jawabnya lagi.
“Baiklah, nanti aku baca. Makasih ya masa depannya, makasih udah mau handshake! Ini stikerku. Senyum dong?” pinta Viny.

Pelan-pelan tergambar garis di pipinya, wajah sumringah itu datang dan buyar saat satpam theater memukul pundaknya. Waktunya sudah habis. 10 detik berharga yang bikin lega, ditambah satu stiker lucu, dan sejuta senyuman darinya. Itu cukup.

Di sisi lain, Viny membaca surat dari teman lamanya itu:

Hai Vin, ohisashiburi.
Dhika desu.
Ogenki desu ka? Aku harap begitu.
Bagaimana dengan pekerjaanmu sekarang? Maksudku, mimpi… Tapi bukan masa depan. Iya kan?
Aku yakin, perjalananmu masih panjang. Ini salah satu mimpimu, tapi bukan disini masa depanmu berada. Jauh disana, entah dimana. Mungkin perlu kuulang, kata-kata ku dulu, biar gak lupa. Masa depan itu masih bagian dari hidupmu yang harus terus kamu kejar. Jadi, jangan nyerah sampe disini ya!
Asik nih, jadi center pajadora! Sekalipun aku awalnya bukan wota, sekalipun ga pernah theateran, tapi aku tau loh! Temo Demo nya sepertinya bagus. Jadi inget dulu nilai kesenian kamu selalu aja paling tinggi di kelas, sampe bosen akunya! Wkwk.
Btw, apa kamu masih gambar sekarang? Udah lama aku gak liat karya-karyamu. Apa drawing tabletnya masih sering disita? Hihi, tahun depan UN lagi loh :p
Pokoknya, aku bakal support kamu terus sampe nanti, dan, aku mau ngerjain kamu bentar! :p
Watashi wa, anata ni aishiteru yo. 14sai kara www. Demo ne, shitatameru koto wo aete shinaide ndesu ne. Gomennasai. Naze? Watashitachi no tomodachi wo sutoppu ima mo shitekunai ne. Mounai. Sou ka, anata wa watashi no aidoru ga ima.
Membiarkan kamu tau soal itu saja aku sudah cukup Vin, hihi. Translate sendiri yaaa :p
Jya ne!

Merasa penasaran, Viny akhirnya mentranslatenya sendiri. Viny cukup kaget waktu tau, tapi itu membuatnya makin respect dan membuatkannya sebuah karya. Gambaran tentang Dhika, dengan kostum pilot, cita-citanya. Dan ia membalas surat itu lewat email:

Merasa unyu deh gue pake aku-kamu hahahah
Iseng banget siii, untung aja gue ga minta bantuin Ayana, kalo ga duh bisa dikira skandal :s
Menurut pengartian gue, lo suka sama gue dari kelas 9, lalu lo gaberani bilang soalnya lo takut nanti pertemanan kita end gitu kannn? Huaaa terimakasiiih sudah menjadikan saya sebagai oshimu! Jadi rasa sayangnya beda deh~
Aku bikinin gambar buat kamu, semoga masa depanmu yang satu ini bakal terwujud juga ya! Jangan lupa senyum yah, kan lumayan kalo dapet istri pramugari!
Udah ya Dhik, maaf kalo kita gabisa sedeket dulu lagi. Tapi gue gak akan lupa sama lo, dan kapan-kapan bayarin gue tiket pesawat gratis yah! Byebye!

Saat Dhika membaca balasan dari Viny, ia merasa lega, dan gambar itu masih dipajang sampai sekarang di kamarnya, sebagai kenang-kenangan terakhir dari Viny untuknya.

source: duniadelusi

Hangatnya Sebuah Kenangan



“Hey, hey, hey, selamat siang para pendengar setia radio 48,8 Gen FM! Gimana,  nih, kabarnya? Semoga sehat selalu, ya. Nah, siang ini Caca mau muterin lagunya Raisa, nih, yang judulnya mantan terindah, semoga lagu ini bisa menemani kamu-kamu yang sedang beraktivitas, ya. Selamat mendengarkan.”terdengar suara seorang penyiar radio yang aku nyalakan dalam mobilku, yang kumaksudkan untuk membunuh sepi lantaran memenuhi seluruh ruangan mobil ini.
“Mantan terindah? Hmmmm….” ucapku pelan sambil sepasang mataku fokus mengendarai mobil ini.
 
“Parkir di depan aja, Mas.” kata seorang security gedung yang tersenyum ramah padaku.
 
Alunan musik dan merdunya suara Raisa, kini membuatku termenung memikirkan suatu kenangan. Dalam diam dan mesin mobil yang masih menyala, kuambil sebuah ransel yang berisi berbagai perlengkapan pribadiku, lalu mencari baju yang selalu kubawa ketika hendak pergi kemana-mana. Sebuah baju berwarna putih yang kini mulai terlihat kusam karena ternodai oleh noda-noda sepanjang perjalanan cintaku dengannya. Kini, baju itu telah berada di genggam-an-ku, kuarahkan pada wajahku dan kucium wangi yang  sangat khas itu.
 
***
 
“Pokoknya, kamu harus ngejaga baju itu. Baju itu kembaran sama punyaku. Kalau kamu kangen aku, pakailah baju itu, rasakan hangatnya baju itu, layaknya aku memeluk ragamu.” ucap Ayana yang kini menatapku penuh penyesalan. 
 
Rintik hujan mulai berjatuhan setelah langit mendung mendahuluinya. Udara dingin sepertinya mulai merajai kamar miliknya. Aku hanya bisa menatap mata sayu-nya yang kini duduk persis di hadapanku. Perlahan, tangannya melingkar pada leherku, lalu bibirnya memaksa bibirku untuk melayaninya. Jelas kurasakan tekstur permukaan bibirnya yang lembut dan kenikmatan yang tiada duanya.
 
“Mungkin, ciuman ini yang terakhir kali kuberikan untukmu, sebelum aku pergi dan kita tidak terikat pada sebuah janji.” bulir-bulir air matanya turun tak terkendali ketika matanya tak dapat menahannya lagi. 
 
“Jangan menangis, Sayang, ini pilihan terbaik untukmu dan untukku.” kataku sambil membelai lembut rambutnya.
 
Ayana harus meninggalkan Jakarta dan juga aku, sebab ia harus ikut dengan orang tuanya yang ditugaskan oleh negara untuk menjadi duta besar di Jepang. Ayana dan aku telah sepakat untuk mengakhiri hubungan kami yang  telah jalan dua tahun lamanya. Pilihan untuk menjalani long distance relationship tidak kami pilih, karena jujur saja kami tak mampu untuk menjalaninya. 
 
“Hati-hati di sana, jaga dirimu baik-baik. Terimakasih atas segalanya yang telah kau berikan selama ini.” ucapku sambil mencium kening Ayana,
 
***
 
Baju yang telah berusia empat tahun itu kini basah terbasuh oleh air mataku. Ku-usap air mataku lalu beranjak turun dari dalam mobil. Kumasuki ruangan megah yang telah dihias sedemikian rupa sehingga terlihat indah bila dipandang oleh kedua mata. 
 
“Tempat yang cocok untuk bertemu dengan orang yang telah lama tidak berjumpa.” kataku dalam hati.
 
“Saya terima nikah dan kawinnya Ayana Shahab bin Herry Budiazhari dengan maskawin seperangkat alat Sholat dibayar tunai.” terucap ucapan sakral itu dari mulut lelaki yang duduk sejajar dengan Ayana. 
 
“Sah!” semua orang mengatakan kata itu, termasuk aku yang tersenyum dengan ikhlas menatap Ayana yang juga membalas senyumanku dengan membawa sejuta rasa rindu pada matanya. 
 
“Bagaimana bisa aku merindukan seseorang yang kini telah sah menjadi pendamping hidup orang lain? Biarkan baju itu menjadi pengganti dirimu, walau kusadar, tak ada yang bisa menggantikan dirimu. Tidak ada, Ayana.”


source: duniadelusi

Handshake Terakhir




“Halo, selamat pagi.. ayo dong bangun… Udah? Janji ya jangan tidur lagi? Semangat buat hari ini!” suara dari sebuah alarm handphone ku pun berbunyi, aku segera bangun dan mematikan alarm tersebut. Dengan segera ku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. “Tomi, jangan lupa bawa bekalnya!” kata mama ku dengan nada sedikit berteriak. “Iya ma, udah aku bawa kok.” kataku. Namaku adalah Tomi, salah satu pelajar kelas 12 di salah satu SMA di Jakarta. Setiap hari aku pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, kebetulan sekolahku tidak terlalu jauh dari rumah.


[sociallocker]
“Hei Tom, sabtu nonton theater yuk!” Kata seorang laki-laki dari belakang sambil merangkulku, ternyata dia adalah Aldi, teman sekelasku yang punya idola sama, JKT48.
“Boleh aja, sabtu gue juga ga ada kegiatan kok, asal lu yang bayarin ya.. hahaha”
“Ah, sial lu hahaha seriusan ini..” katanya sambil sedikit kesal
“Iya iya, gue bayar sendiri..”
“Nah gitu dong hahaha”
Kami pun memasuki kelas, dan pelajaran hampir dimulai. Kami belajar dengan penuh semangat, karena tak mau kalah dari idola kami.

Tak terasa waktu cepat berlalu, sekarang sudah hari Sabtu, hari yang dinantikan untuk menonton theater. Kami berdua mendapatkan tiket verif untuk show Renai Kinshi Jourei. Tepat pukul 19.00 pun theater dimulai, overture mulai berbunyi, kami berdua pun tak mau kalah dari fans lain yang menyerukan chant dengan penuh semangat. Lagu demi lagu, unit song demi unit song kami dengarkan dengan penuh antusias. Akhirnya sampai juga kami pada encore, setelah show berakhir pun kami melakukan “hi touch” dengan member.
“Bentar ya gue mau beli tiket HS dulu..” kata ku
“Mau nambah HS sama siapa lu?”
“Biasa lah.. Sama Ve”
“Hahaha hafalan lu.. Btw, show hari ini keren ya.. Beby hari ini potongannya baru.. Hmm, jadi makin cinta nih hehehe”
“Kebiasaan dah lu! Ve dong, semangat banget hari ini RKJnya!”
“Udah sana lu ngantri dulu! Keburu tutup ntar..” “Oh iya, jadi lupa kan gue! Hahaha”
Kami berdua pun tertawa bersama. Malam itu menjadi malam yang menyenangkan.

Waktu berlalu dengan cepatnya, lebih cepat dari hari di kalender. Hari untuk HandShake event pun tiba. Handshake yang bertempat di Epicentrum ini dipenuhi oleh para fans dari dalam, maupun luar Jakarta. Para fans sangat antusias dengan handshake itu, begitupun denganku dan Aldi. Sesi 1 pun mulai! Aku pun menunggu giliranku untuk handshake dengan Ve di Sesi 2, tak sabar rasanya tangan ini untuk memegang tangannya dan berbicara beberapa patah kata. Akhirnya… Giliranku pun tiba! Jantungku berdegup dengan cepat saatku memegang tangannya dan berbicara padanya,
“Halo Ve, inget aku nggak?”
“Holaa, kamu kan yang sering ke theater itu ya?”

[/sociallocker]
“Iya, kayanya abis ini aku bakalan jarang deh ke theater..”
“Loh, kenapa? Mau persiapan ujian ya?”
“Iya Ve, jangan sedih ya kalo ga ada aku lagi hehehe”
“Iya, kamu semangat ya belajarnya! Hehehe” katanya sambil memberikan senyumnya yang sangat manis.Handshake pun berakhir. Hatiku pun menjadi berbunga-bunga karena hari ini aku bisa handshake dengan Ve. Mungkin, ini akan menjadi kegiatan idolling yang terakhir bagiku sebelum ujian. Aku pun segera menuju ke sebuah cafe dimana Aldi sedang menungguku, dia nggak bisa handshake sama Beby karena sesinya sudah habis sebelum hari H. Kasian dia.
“Udah selesai lu HSnya?”
“Udah, ini baru aja selesai, terus gue langsung ke sini hahaha”
“Balik yuk, bosen nih gue, ga bisa HS juga sama Beby..” katanya sambil menghela nafas panjang
“Yaudah deh, yuk! Sekarang nih?”
“Engga Tom, tahun depan! Ya sekarang lah! Hahaha”
“Iye deh boss, siap! Yuk balik”

Tepat sebelum kami akan pulang, hujan pun turun dengan derasnya. Kami yang pulang dengan naik motor pun hanya bisa pasrah, karena kami pun tak membawa jas hujan. Kami pun memutuskan untuk menunggu hujan agak reda. 1 jam kami menunggu, namun hujan tak kunjung reda.
“Engga reda-reda nih Tom..”
“Gimana kalo kita terjang aja? Daripada kita kemaleman sampe rumah ntar”
“Yaudah deh terserah lu aja..” Kata Aldi pasrah
Kami pun bergegas pulang dengan motor. Hujan masih mengguyur Jakarta dengan kerasnya. Aku mengantarkan Aldi sampai di rumahnya. Setelah menghantarkan Aldi, aku pun segera berpamitan dan pulang ke rumah. Tak jauh dari rumah Aldi, aku mengalami kecelakaan tunggal, motor yang ku kendarai ditabrak oleh sebuah mobil mini bus. Aku pun tergeletak di tengah jalan, orang orang segera menolongku dan membawaku ke rumah sakit.Pandanganku mulai kabur, suara keramaian dan hujan pun tak dapat kudengar lagi.
Aku….

Aku seperti di sebuah ruangan, tempat ini sangat terang. Dimanakah ini? Apa aku sudah mati? Aku melihat tubuhku terbaring di sebuah kasur, semua orang terlihat sedih dan beberapa ada yang menangis. Mama dan papa terlihat menangis di sebelah tubuhku, Aldi dan teman-teman serta guruku ada di sana juga. Mereka semua terlihat sangat sedih. Diantara mereka semua, ternyata.. Ve juga ada disana. Aku sangat sedih, mungkin ini terakhir kalinya aku melihat mereka.

Tiba-tiba..

Pandanganku menjadi gelap, semua sudah tidak terlihat lagi. Jadi… Inilah akhir dari perjalananku, aku merasa sangat bahagia sekarang, karena aku sudah diperbolehkan untuk melihat mereka semua untuk yang terakhir kalinya. Selamat tinggal mama, selamat tinggal papa, selamat tinggal teman-teman, selamat tinggal Ve…

source: duniadelusi

Popular Post

Total Pageviews

- Copyright © 2013 Dark Heroine -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by iBags -